Khawatir NKRI Dikuasai Asing, Para Raja dan Sultan Kumpul di Jakarta
Jakarta, Dekannews- Fakta bahwa Indonesia tak pernah bisa lepas dari cengkeraman asing, bahkan kekayaan alam negara telah dikuasai para pengusaha dari mancanegara, membuat para penguasa dan keluarga dari kerajaan serta kesultanan di seluruh Tanah Air, risau.
Atas inisiasi Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) MS Kaban, para Darah Biru itu sejak Kamis (28/3/2019) hingga Minggu (31/3/2019) berkumpul di Hotel Grand Alia Perapatan, Menteng, Jakarta Pusat, untuk menghadiri Konferensi Boemipoetra Nusantara Indonesia dengan tema "Jadilah Tuan di Negeri Sendiri".
Para raja dan sultan yang hadir di antaranya Raja Samu Samu Upu Latu ML Benny Ahmad Samu Samu; Raja Puri Agung Klungklung, Bali, Ida Smara Putra Dalem; perwakilan dari Kedatuan Luwu, Sulawesi; ratu dari Kerajaan Membawah, Ratu Kencana; perwakilan dari Kesultanan Banten; dan keluarga dari Kesultanan Cirebon.
Dalam sambutannya, Raja Samu Samu mengingatkan bahwa Indonesia ada berkat keikhlasan kerajaan-kerajaan dan kesultanan di Tanah Air untuk bergabung, bersatu, dan membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Mereka sedih melihat kondisi negara saat ini, terutama di era pemerintahan Jokowi, dimana negara seakan tak lagi punya kedaulatan, sehingga tenaga kerja asing (TKA) dari China bahkan dapat bebas membanjiri Indonesia tanpa ada niat untuk dihentikan, dan pemerintah bahkan seakan sengaja melepas berbagai aset negara.
"Saya berharap konferensi ini dapat menghasilkan dua hal. Pertama, keputusan-keputusan yang dapat dijadikan rekomendasi, sehingga bumiputera atau rakyat pribumi dapat satu suara, baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri, tentang bagaimana nasib negara ke depan; kedua, bumiputera dapat memberikan keputusan bagi lembaga maupun organisasi non politik," katanya.
Pada momen ini, Raja Samu Samu menyerahkan Akta Kedaulatan kepada MS Kaban sebagai simbol bahwa harapan bahwa melalui konferensi ini, ada jalan untuk menjaga kedaulatan NKRI.
Menurut Profesor Kaelan yang dihadirkan menjadi sebagai salah seorang pembicara pada acara dialog yang diselenggarakan dalam konferensi, kedaulatan bumiputera (rakyat pribumi) sesungguhnya telah hilang setelah UUD 1945 diamandemen hingga empat kali, sehingga UUD 1945 yang oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) disusun berdasarkan ideologi Pancasila, telah kehilangan ruh Pancasila-nya, sehingga UUD 1945 yang saat ini digunakan 90% tidak lagi koheren dan konsusten dengan Pancasila.
"Jadi kalau sekarang ada yang bilang bahwa landasan negara kita adalah UUD 1945 dan Pancasila, itu adalah hoaks alias tidak benar," katanya.
Ia mencontohkan soal pasal 22C dan 22D yang bicara tentang Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
DPD, menurut dia seharusnya merupakan perwakilan-perwakilan dari daerah yang dipercaya dan ditokohkan di daerah, namun UUD 1945 hasil amandemen mengamatkan anggota DPD dipilih melalui Pemilu, sehingga kedaulatan pribumi pun hilang.
Selain itu, meski bernama DPD, namun tidak memiliki hak budgeting dan legislasi, karena hak kedua hal ini ada di DPR.
"Jadi, untuk apa ada perwakilan daerah kalau tidak punya kekuasaan di parlemen?' katanya.
Kaelan juga mempersoalkan pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil amandemen, karena meski di situ disebutkan bahwa kekuasaan di tangan rakyat dan diselenggarakan menurut undang-undang, namun status MPR sebagai lembaga tertinggi negara dihilangkan, sehingga MPR kini menjadi lembaga tinggi negara seperti DPR. Padahal, MPR merupakan representasi kedaulatan rakyat di Parlemen.
"Saya juga melihat, untuk pasal 33 ayat (1) bagus, ayat (2) bagus, ayat (3) bagus, tapi ayat (4) tidak karena demokrasi ekonomi yang diatur di situ membuat negara kita menjadi liberal," katanya.
Ia mengakui, dengan banyaknya masalah dalam UUD 1945 hasil amandemen, UUD ini tak memenuhi syarat bagi negara berideologi Pancasila seperti Indonesia, sehingga bangsa ini harus kembali ke UUD'45 yang asli.
Namun demikian diakui, proses untuk kembali ke UUD 1945 itu tak mudah karena bangsa ini harus berhadapan dengan para antek asing yang sukses mendorong diamandemennya UUD itu.
Ekonom Ichsanuddin Noorsy mengakui, banyak yang harus dilakukan bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan kedaulatan.
Untuk di bidang ekonomi saja, kata dia, menurut hasil kajian yang ia lakukan, ada 12 UU yang perlu direvisi. UU dimaksud di antaranya UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perusahaan, karena UU ini membuat 58-60% perusahaan di Indonesia dikuasai asing; UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia; UU Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Nilai Tukar! dan UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; dan UU Nomir 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of The Association of Southeast Asian Nations.
Soal UU tentang Bank Indonesia, Ichsanuddin mengingatkan soal pelibatan bos Alibaba Group Jack Ma oleh Jokowi sebagai penasehat e-commerce.
Menurut dia, pelibatan itu berbahaya karena mayoritas start up Indonesia yang disebut Jokowi sebagai Unicorn, telah dikuasai asing.
"Maka pelibatan Jack Ma itu akan membuat larinya rupiah ke luar China akan semakin deras, seiring meningkatnya minat masyarakat untuk berbelanja secara online melalui Lazada, JD.Id, dan lain-lain," katanya.
Ia juga mengingatkan kalau saat ini Alibaba masuk dalam jajaran lima besar perusahaan di dunia. Maka, dengan meningkatnya jumlah unicorn dan minat masyarakat berbelanja online, maka dalam 5-7 tahun ke depan dapat dibayangkan bagaimana dahsyatnya pelarian rupiah ke China. (rhm)